SHARE

Ilustrasi (istimewa)

Tidak hanya politikus dari Partai Golkar, Ketua Fraksi Partai NasDem MPR RI Taufik Basari kepada ANTARA di Jakarta, Selasa (24/8), juga menilai saat ini belum ada urgensi untuk amendemen konstitusi.

Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini sependapat bahwa amendemen konstitusi bukan merupakan agenda mendesak, bahkan cenderung bisa kontraproduktif dengan upaya penanganan pandemi COVID-19.

Pasalnya, isu amendemen sangat rentan untuk dipolitisasi dan diboncengi isu-isu ikutan, seperti masa jabatan presiden 3 periode, penundaan pemilu, maupun pemilihan presiden oleh MPR.

Isu-isu yang notabene bisa memancing kekisruhan berujung protes dan perlawanan publik. Kalau masyarakat sampai turun ke jalan, semua upaya penanggulangan pandemi bisa sia-sia.

Oleh karena itu, penting menjaga iklim kondusif dan situasi politik yang stabil. Elite tidak perlu melempar isu yang tidak krusial, apalagi sampai bisa memicu kontroversi di tengah masyarakat.

Fokus saja untuk bekerja optimal mengatasi pandemi dan membawa Indonesia keluar dari situasi krisis akibat COVID-19 saat ini. Intrik politik hanya akan membuat kacau.

Di lain pihak, menurut politikus Partai NasDem Taufik Basari, gagasan amandemen terbatas hanya untuk satu atau dua pasal akan sulit dilakukan karena norma konstitusi berkaitan antara yang satu dan lainnya.

Keinginan untuk melakukan amendemen terbatas atau hanya untuk memunculkan PPHN tidak bisa serta-merta begitu saja tanpa berdampak pada sistem ketatanegaraan saat ini, seperti kedudukan MPR sebagai lembaga negara serta kedudukan dan pertanggungjawaban Presiden.

Meski Pasal 37 UUD NRI 1945 memberikan peluang, keputusannya harus melibatkan publik secara luas, atau tidak bisa hanya pimpinan MPR atau sebagian fraksi di lembaga tinggi negara ini yang menentukan.

Perubahan amendemen konstitusi ini tentunya harus berbasiskan pada kebutuhan dengan keinginan yang kuat dari rakyat. Jadi, alangkah indahnya mendengar suara rakyat terlebih dahulu.

Halaman :